Balgis Diab : "Budaya Literiasi Tingkatkan Kualitas Guru"
PEKALONGAN – Ketua DPRD kota Pekalongan yang juga dewan Panasehat Ikatan Guru Indonesia (IGI) Cabang Pekalongan Balqis Diab SE SAg MM mengatakan bahwa budaya litarasi harus menjadi kebiasaan bagi guru didalam meningkatkan kualitas pengajaran. “Pemerintah dan dewan harus memfasilitasi dalam meningkatkan pelatihan pelatihan untuk membangkitka budaya literasi,” ujar Balgis dalam acara Workshop Guru Nasional yang usung tema “ Membangkitkan Budaya Literasi dan Kesadaran Perlindungan Profesi Guru di Era Revolusi Industri 4.0.” diruang Jetayu Rabu (27/3).
Menurutnya, sekarang sudah ditemukan aplikasi “menemu baling” yang memudahkan siapapun menulis disetiap apa yang kita ucapkan. “Kegiatan ini pernah dilaksanakan IGI Kota Pekalongan, maka harus ada tindakan follow up agar bisa menghasilkan produck yang lebih nyata seperti buku.”
Sementara Asisten III Agus Mahendrayana mengatakan budaya literasi ini akan mengakibatkan meningkatkan kualitas guru sehingga muncul ke berfikir kritis dan analitis. Adapun didalam perlindungan hukum bagi profesi guru perlu kritis mengenai pasal pasal yang menyebabkan mempersempit ruang gerak tugas dan tanggung jawab yang di emban guru semisalnya ada salah satu kepala dinas berambisi menjadi pimpinan salah satu organisasi profesi lha ini menyalahi aturan perundang undangn dalam hal ini UU Guru dan Dosen namun pada kenyataanya guru tidak ada yang komplain ataupun memberi masukan. “Ada salah satu pasal dalam undang undang perlindungan anak mengatakan bahwa pernyataan anak di anggap benar karena masih jujur. Seharunya pernyataan ini tentu akan menghasilkan pasal pasal karet. Lah ini guru harus protes atau mengajukan judicial review.”
Sedangkan Ketua IGI Kota Pekalongan Arif Muadilin menyatakan bahwa produk hukum dari lembaga legislatif kita sudah cukup untuk melindungi hukum bagi profesi guru namun aturan hukum yang melindungi guru yakni UU No 14 2005 PP 74 tahun 2008 ini berbenturan dengan UU perlindungan anak, KUHP ps 359, ps 360, UU ITE, UU Hak asasi Manusia. Benturan pasal ini akhirnya tidak menghasilkan bahwa pada perlindungan hukum menjadi terkebiri. Maka perlu organisasi profesi.